Assalamu'alaykum Wr Wb
Alhamdulillahirobbil'alamiin
Segala puji bagi Allah Swt yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada makhluk-Nya.....
Sudah lama sekali rasanya saya ingin berbagi cerita tentang proses kelahiran anak petama saya:
"Muhammad Umar".
Anak yang terlahir dari rahim saya melalui operasi Caesar tanggal 17 Juni 201* di rumah sakit umum daerah Wangaya, Denpasar, Bali
Sebelum saya bercerita, mungkin saya kemukakan dulu ya alasan kenapa baru sekarang saya bisa menulis. Selain karena kesibukan saya menjadi seorang mahmud (mamah muda), blog saya sempat terkena deindex Google. Deindex itu benar-benar membuat saya kehilangan semangat untuk menulis. Tapi alhamdulillah, setelah perjuangan panjang akhirnya blog saya bisa kembali seperti sedia kala. Namun, kesibukan mahmud yang benar-benar totalitas membuat saya belum bisa menulis seperti waktu masih belum punya anak dulu . Baiklah mari kita flashback sebelum saya melahirkan Umar....
****
Saya membutuhkan waktu hampir 10 bulan untuk 'harus' mengerti bagaimana caranya menjadi seorang Ibu. Jujur, karena menjadi seorang ibu itu tidak ada sekolahnya, jadi mau ga mau ya saya harus banyak-banyak mencari tahu. Bagaimana tidak, saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara dimana adik-adik saya semuanya laki-laki. Pun saya jauh dari orang tua, kecuali setelah cuti tiga bulan. Jadi referensi bagaimana cara melahirkan normal, merawat bayi, memberi ASI, dsb semuanya saya cari sendiri. Referensi teman-teman seangkatan yang sudah lebih dahulu memiliki anak lumayan membantu saya untuk belajar hal-hal yang masih amat sangat baru bagi saya. Mbah google, grup di Facebook, dan juga youtube merupakan laman yang tidak luput dari keseharian saya. Juga aplikasi Shopee yang benar-benar memanjakan saya membeli barang-barang kebutuhan dan perlengkapan bayi saya (secara gratis ongkir, hehehe ).
Kenapa hampir 10 bulan?karena Umar lahir jauh setelah hari perkiraan lahir (HPL), tepatnya 41 minggu lebih 5 hari. Hampir 42 minggu terhitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) saya. Cukup lama saya menunggu tanda-tanda alami menjelang persalinan yang tak kunjung datang....
****
"Mas, cutinya nanti sebelum HPL aja ya? soalnya dari pengalaman temen-temen ade yang pernah melahirkan, mereka lahirannya sekitar 37-39 minggu atau 2 mingguan sebelum HPL.."
"Yah, nanti cepet pulangnya dong, mas ngambil cuti pas HPL aja ya?"
"Lah nanti kalo ade lahiran duluan gimana?"
"Ya ga papa, yang penting kan mas bisa lihat debaynya lebih lama"
"&^$$%%&% "
Rasa khawatir pun mulai berkecamuk dalam dada saya, bagaimana tidak, ini adalah persalinan pertama saya dan sangat membutuhkan kehadiran suami saya. Kangen, rindu, takut, cemas, panik semuanya jadi satu. Beberapa kali saya periksa kandungan menjelang HPL bersama ibu dan adik saya karena suami sudah balik ke Gorontalo setelah mengantarkan saya ke Bali. Tapi kalau dipikir-pikir iya juga sih, gimana kalau lahirannya setelah HPL berarti kan suami bakal lebih cepet balik di saat saya benar-benar membutuhkannya...
Saya pun searching-searching, beberapa sumber menjelaskan bahwa biasanya bayi laki-laki itu lahirnya memang setelah HPL. Dan hanya 5 persen ibu yang melahirkan tepat di hari prediksi dokter kandungan. Saya pun mulai positif thinking dan berdoa mudah-mudahan si dede lahirnya setelah ayahnya datang. Beberapa kali saya ngobrol sama si dede di dalam perut, "De, nanti lahirannya setelah ayah datang ya.."
Kesibukan saya sebelum melahirkan adalah belajar menjadi seorang ibu, belajar TOEFL dan berpuasa (ganti puasa tahun sebelumnya ada 7 hari). Saya baru mengganti puasa karena saran bidan supaya berpuasa setelah kehamilan lebih dari 7 bulan. Karena janin masih sangat membutuhkan nutrisi dan mencapai berat normal yaitu di atas 2,5kg. HPL saya adalah 5 Juni 2016 dan 6 juni saat itu awal bulan Ramadhan 1438H. Alhamdulillah puasa saya berjalan lancar, saya juga sempat menjalani ibadah puasa Ramadhan selama 4 hari, jadi total hutang puasa saya masih 26 hari yang belum terbayar. Semoga bisa segera lunas sebelum Ramadhan tahun depan. Aamiin..
Kontrol kehamilan selama di Bali menjelang persalinan saya lakukan seminggu sekali. Ke bidan Sulini 3 kali, ke rumah sakit Kasih Ibu 2 kali, ke puskesmas Dauh Puri 1 kali, dan ke Puskesmas Denpasar Barat II 1 kali. Niat awal saya, saya berencana untuk melahirkan secara NORMAL di bidan saja. Karena dahulu ibu saya melahirkan di bidan, kebetulan juga di bidan Sulini. Selama kontrol di bidan, saya diberikan vitamin dan juga pil yang katanya sih supaya cepat terjadi kontraksi. Usia kandungan saya saat itu sekitar 37-38 minggu. Di minggu-minggu penantian itu saya lebih sering untuk jalan-jalan pagi supaya persalinan lancar...
Minggu minggu mendekati HPL terasa deg2an buat saya. Sesekali saya mengecek apakah air ketuban saya merembes atau tanda2 lain seperti keluar bercak darah, dll. Namun, tanda2 itu masih belum ada..yang paling sering hanya konpal (kontraksi palsu) yg setelah beberapa menit kemudian menghilang dengan sendirinya. Konpal memang sudah sangat sering saya rasakan terutama di minggu 32 ke atas. Rasanya konpal itu seperti rasa sakit dan nyeri selama sekian detik dan perut terasa sangat kencang mungkin jg akibat pergerakan dede yang sudah semakin membesar dengan ruang gerak terbatas. Kemudian setelah beberapa menit rasa sakitnya menghilang tanpa diiringi rasa sakit yg terus menerus seperti kontraksi asli.
Di bidan sulini dan juga puskesmas tidak tersedia usg, sehingga saya kontrol kehamilan lagi di RS Kasih Ibu Denpasar ditemani ibu saya. Rumah sakit swasta yang jaraknya sangat dekat dengan rumah saya. Hasil usg menyatakan bahwa bayi dalam kandungan saya sehat2 dan air ketuban juga masih banyak, berat debay juga sudah di atas 3 kg. Kata dr. Prima (saya memilih jam praktek dr perempuan), mungkin sebentar lagi saya akan melahirkan. Saya disuruh kontrol lagi minggu depan. Mengenai biaya melahirkan saya memperoleh beberapa referensi. Melahirkan normal di bidan sulini 1,8juta jika tidak memakai infus dan obat2an, sedangkan jika pakai sekitar 2,3juta. Untuk biaya melahirkan di rumah sakit kasih ibu, normal 3-4juta sedangkan sectio caesaria (SC) 8 jutaan kata dr. Prima. Saat itu tidak ada dalam bayangan saya untuk melahirkan secara SC. Budget pun saat itu memang saya persiapkan untuk lahiran normal. Mengingat SC yg begitu mahal dengan resiko yg katanya sangat tinggi. Mahal, ya tentu saja mahal karena referensi yg saya dapat dr mbah google selain di rs kasih ibu biaya melahirkan SC sekitar 15-24 juta ke atas. Wow banget ya!!
Tanggal 4 Juni 2016, suami saya datang. Saya sangat senang sekali, dengan begitu saya pasti akan dimanjakannya. Diantar kemana2 dan diajak makan di luar sesuka yang saya mau. Ke pizza hut, hokben, dunkin donuts, mie ayam beli es buah beli bubur kacang ijo semua dituruti. Waktu itu saya seneng banget karena ngidam2 saya pada kesampaian semua (alhamdulillah umar sekarang ga ngileran hehe). Suami pun senantiasa mengajak saya jalan-jalan sore ke lapangan puputan badung dan lapangan puputan margarana yang luas banget itu. Sekali atau 2 kali putaran yang penting saya jalan siapa tahu cepat kontraksi.
5 juni 2016, tanggal HPL saya. Tapi tidak ada tanda-tanda kontraksi sedikitpun. Saya galau sekali, banyak yang sudah menanyakan sudah lahiran apa belum, kok lama sekali..Esok harinya adalah Puasa Ramadhan 1437 H, alhamdulillah saya berpuasa walaupun cuma sampai hari keempat. Karena saya khawatir debay dalam kandungan saya.
Apalah yang saya lakukan waktu itu selain searching, searching dan searching walaupun terkadang membuat saya semakin galau. Nah, saya dapat informasi dr mbah google kalau peserta BPJS biaya melahirkannya ditanggung. Rinciannya adalah normal 600 ribu, SC free asal ada rujukan dari faskes tingkat I. Seriusan free? saya masih ragu. Tapi yang jelas saya ingin memanfaatkan kartu yang setahun yang lalu saya urus di Tilamuta. Saya pun minta tolong suami saya untuk mengurus pindah faskes saya ke kantor BPJS Denpasar. Alhamdulillah prosesnya sangat cepat mungkin juga karena loket BPJS untuk PN* terpisah dengan yang umum.
Seingat saya pindah faskes itu ga perlu rekomendasi dr faskes sebelumnya. Cukup menyertakan syarat-syaratnya seperti fc ktp, fc kartu bpjs lama, dan kartu keluarga. Alhamdulillah, sekarang faskes tk. I saya adalah puskesmas Denbar II. Setelah kepengurusan pindah faskes BPJS saya, alhamdulillah saya sedikit lebih lega karena ibarat sedia payung sebelum hujan untuk hal-hal yang di luar dugaan.
Hari berganti hari, tetapi tanda-tanda cinta dari debay belum ada, kecuali hanya kontraksi-kontraksi palsu saja. Minggu ini tepat usia kandungan saya 41 minggu, saya dan suami memeriksakan kandungan ke dokter Prima di RS Kasih Ibu. Kata dokternya kandungan saya baik-baik saja, hanya jika minggu depan masih belum ada kontraksi maka saya disuruh ke RS untuk cek NST...NST itu katanya sih untuk mengukur detak jantung bayi sebelum dilahirkan. Hingga minggu depan tepatnya hari senin masih belum ada tanda-tanda kontraksi, minggu ini usia kandungan saya 41 minggu lebih 1 hari. Saya pun memeriksakan kandungan saya ke Puskesmas Denbar II, saya dan suami saya ga tahu lokasinya dan hanya bermodalkan google map dan bertanya sama orang-orang sekitar. Di puskesmas, saya diperiksa sama beberapa perawat yang sepertinya lagi ujian praktek. Lama juga sih jadinya, karena mereka benar-benar pelan-pelan banget (mungkin biar dapet nilai A kali ya, hihi). Nah, di puskesmas saya menyampaikan keluhan bahwa belum ada tanda-tanda kelahiran hingga saat ini. Akhirnya saya diberikan surat rujukan untuk periksa ke Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya karena saya termasuk kategori post partum (lewat HPL). Bidannya melihat catatan buku KIA saya.
"Belum pernah cek darah ya?"
"Belum ses..". "Kalo gitu ibu test darah lengkap (TDL) dulu ya, salah satunya untuk menegcek apakah HIV atau tidak.." "Ok Ses". Test berlangsung cepat, tapi menunggu hasilnya yang lumayan lama kurang lebih satu jam an. Alhamdulillah hasil test darahnya semuanya bagus, dan negatif HIV...
Hari rabu tanggal 15 Juni 201*, saya ke RSUD Wangaya untuk kontrol terakhir. Antrinya cukup lama, tapi sudah bersistem jadi terjadwal. Kontrol kehamilan seperti biasa diawali dengan nimbang badan, cek darah lagi (alhamdulillah cek darah normal dan tidak ada indikasi preeklampsia), dan USG. Hasil USG menyatakan bahwa air ketuban saya tinggal sedikit, jadi harus langsung rawat inap di ruang dara...........
(Bersambung)
Kenapa hampir 10 bulan?karena Umar lahir jauh setelah hari perkiraan lahir (HPL), tepatnya 41 minggu lebih 5 hari. Hampir 42 minggu terhitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) saya. Cukup lama saya menunggu tanda-tanda alami menjelang persalinan yang tak kunjung datang....
****
"Mas, cutinya nanti sebelum HPL aja ya? soalnya dari pengalaman temen-temen ade yang pernah melahirkan, mereka lahirannya sekitar 37-39 minggu atau 2 mingguan sebelum HPL.."
"Yah, nanti cepet pulangnya dong, mas ngambil cuti pas HPL aja ya?"
"Lah nanti kalo ade lahiran duluan gimana?"
"Ya ga papa, yang penting kan mas bisa lihat debaynya lebih lama"
"&^$$%%&% "
Rasa khawatir pun mulai berkecamuk dalam dada saya, bagaimana tidak, ini adalah persalinan pertama saya dan sangat membutuhkan kehadiran suami saya. Kangen, rindu, takut, cemas, panik semuanya jadi satu. Beberapa kali saya periksa kandungan menjelang HPL bersama ibu dan adik saya karena suami sudah balik ke Gorontalo setelah mengantarkan saya ke Bali. Tapi kalau dipikir-pikir iya juga sih, gimana kalau lahirannya setelah HPL berarti kan suami bakal lebih cepet balik di saat saya benar-benar membutuhkannya...
Saya pun searching-searching, beberapa sumber menjelaskan bahwa biasanya bayi laki-laki itu lahirnya memang setelah HPL. Dan hanya 5 persen ibu yang melahirkan tepat di hari prediksi dokter kandungan. Saya pun mulai positif thinking dan berdoa mudah-mudahan si dede lahirnya setelah ayahnya datang. Beberapa kali saya ngobrol sama si dede di dalam perut, "De, nanti lahirannya setelah ayah datang ya.."
Kesibukan saya sebelum melahirkan adalah belajar menjadi seorang ibu, belajar TOEFL dan berpuasa (ganti puasa tahun sebelumnya ada 7 hari). Saya baru mengganti puasa karena saran bidan supaya berpuasa setelah kehamilan lebih dari 7 bulan. Karena janin masih sangat membutuhkan nutrisi dan mencapai berat normal yaitu di atas 2,5kg. HPL saya adalah 5 Juni 2016 dan 6 juni saat itu awal bulan Ramadhan 1438H. Alhamdulillah puasa saya berjalan lancar, saya juga sempat menjalani ibadah puasa Ramadhan selama 4 hari, jadi total hutang puasa saya masih 26 hari yang belum terbayar. Semoga bisa segera lunas sebelum Ramadhan tahun depan. Aamiin..
Kontrol kehamilan selama di Bali menjelang persalinan saya lakukan seminggu sekali. Ke bidan Sulini 3 kali, ke rumah sakit Kasih Ibu 2 kali, ke puskesmas Dauh Puri 1 kali, dan ke Puskesmas Denpasar Barat II 1 kali. Niat awal saya, saya berencana untuk melahirkan secara NORMAL di bidan saja. Karena dahulu ibu saya melahirkan di bidan, kebetulan juga di bidan Sulini. Selama kontrol di bidan, saya diberikan vitamin dan juga pil yang katanya sih supaya cepat terjadi kontraksi. Usia kandungan saya saat itu sekitar 37-38 minggu. Di minggu-minggu penantian itu saya lebih sering untuk jalan-jalan pagi supaya persalinan lancar...
Minggu minggu mendekati HPL terasa deg2an buat saya. Sesekali saya mengecek apakah air ketuban saya merembes atau tanda2 lain seperti keluar bercak darah, dll. Namun, tanda2 itu masih belum ada..yang paling sering hanya konpal (kontraksi palsu) yg setelah beberapa menit kemudian menghilang dengan sendirinya. Konpal memang sudah sangat sering saya rasakan terutama di minggu 32 ke atas. Rasanya konpal itu seperti rasa sakit dan nyeri selama sekian detik dan perut terasa sangat kencang mungkin jg akibat pergerakan dede yang sudah semakin membesar dengan ruang gerak terbatas. Kemudian setelah beberapa menit rasa sakitnya menghilang tanpa diiringi rasa sakit yg terus menerus seperti kontraksi asli.
Di bidan sulini dan juga puskesmas tidak tersedia usg, sehingga saya kontrol kehamilan lagi di RS Kasih Ibu Denpasar ditemani ibu saya. Rumah sakit swasta yang jaraknya sangat dekat dengan rumah saya. Hasil usg menyatakan bahwa bayi dalam kandungan saya sehat2 dan air ketuban juga masih banyak, berat debay juga sudah di atas 3 kg. Kata dr. Prima (saya memilih jam praktek dr perempuan), mungkin sebentar lagi saya akan melahirkan. Saya disuruh kontrol lagi minggu depan. Mengenai biaya melahirkan saya memperoleh beberapa referensi. Melahirkan normal di bidan sulini 1,8juta jika tidak memakai infus dan obat2an, sedangkan jika pakai sekitar 2,3juta. Untuk biaya melahirkan di rumah sakit kasih ibu, normal 3-4juta sedangkan sectio caesaria (SC) 8 jutaan kata dr. Prima. Saat itu tidak ada dalam bayangan saya untuk melahirkan secara SC. Budget pun saat itu memang saya persiapkan untuk lahiran normal. Mengingat SC yg begitu mahal dengan resiko yg katanya sangat tinggi. Mahal, ya tentu saja mahal karena referensi yg saya dapat dr mbah google selain di rs kasih ibu biaya melahirkan SC sekitar 15-24 juta ke atas. Wow banget ya!!
Tanggal 4 Juni 2016, suami saya datang. Saya sangat senang sekali, dengan begitu saya pasti akan dimanjakannya. Diantar kemana2 dan diajak makan di luar sesuka yang saya mau. Ke pizza hut, hokben, dunkin donuts, mie ayam beli es buah beli bubur kacang ijo semua dituruti. Waktu itu saya seneng banget karena ngidam2 saya pada kesampaian semua (alhamdulillah umar sekarang ga ngileran hehe). Suami pun senantiasa mengajak saya jalan-jalan sore ke lapangan puputan badung dan lapangan puputan margarana yang luas banget itu. Sekali atau 2 kali putaran yang penting saya jalan siapa tahu cepat kontraksi.
Apalah yang saya lakukan waktu itu selain searching, searching dan searching walaupun terkadang membuat saya semakin galau. Nah, saya dapat informasi dr mbah google kalau peserta BPJS biaya melahirkannya ditanggung. Rinciannya adalah normal 600 ribu, SC free asal ada rujukan dari faskes tingkat I. Seriusan free? saya masih ragu. Tapi yang jelas saya ingin memanfaatkan kartu yang setahun yang lalu saya urus di Tilamuta. Saya pun minta tolong suami saya untuk mengurus pindah faskes saya ke kantor BPJS Denpasar. Alhamdulillah prosesnya sangat cepat mungkin juga karena loket BPJS untuk PN* terpisah dengan yang umum.
Seingat saya pindah faskes itu ga perlu rekomendasi dr faskes sebelumnya. Cukup menyertakan syarat-syaratnya seperti fc ktp, fc kartu bpjs lama, dan kartu keluarga. Alhamdulillah, sekarang faskes tk. I saya adalah puskesmas Denbar II. Setelah kepengurusan pindah faskes BPJS saya, alhamdulillah saya sedikit lebih lega karena ibarat sedia payung sebelum hujan untuk hal-hal yang di luar dugaan.
Hari berganti hari, tetapi tanda-tanda cinta dari debay belum ada, kecuali hanya kontraksi-kontraksi palsu saja. Minggu ini tepat usia kandungan saya 41 minggu, saya dan suami memeriksakan kandungan ke dokter Prima di RS Kasih Ibu. Kata dokternya kandungan saya baik-baik saja, hanya jika minggu depan masih belum ada kontraksi maka saya disuruh ke RS untuk cek NST...NST itu katanya sih untuk mengukur detak jantung bayi sebelum dilahirkan. Hingga minggu depan tepatnya hari senin masih belum ada tanda-tanda kontraksi, minggu ini usia kandungan saya 41 minggu lebih 1 hari. Saya pun memeriksakan kandungan saya ke Puskesmas Denbar II, saya dan suami saya ga tahu lokasinya dan hanya bermodalkan google map dan bertanya sama orang-orang sekitar. Di puskesmas, saya diperiksa sama beberapa perawat yang sepertinya lagi ujian praktek. Lama juga sih jadinya, karena mereka benar-benar pelan-pelan banget (mungkin biar dapet nilai A kali ya, hihi). Nah, di puskesmas saya menyampaikan keluhan bahwa belum ada tanda-tanda kelahiran hingga saat ini. Akhirnya saya diberikan surat rujukan untuk periksa ke Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya karena saya termasuk kategori post partum (lewat HPL). Bidannya melihat catatan buku KIA saya.
"Belum pernah cek darah ya?"
"Belum ses..". "Kalo gitu ibu test darah lengkap (TDL) dulu ya, salah satunya untuk menegcek apakah HIV atau tidak.." "Ok Ses". Test berlangsung cepat, tapi menunggu hasilnya yang lumayan lama kurang lebih satu jam an. Alhamdulillah hasil test darahnya semuanya bagus, dan negatif HIV...
Hari rabu tanggal 15 Juni 201*, saya ke RSUD Wangaya untuk kontrol terakhir. Antrinya cukup lama, tapi sudah bersistem jadi terjadwal. Kontrol kehamilan seperti biasa diawali dengan nimbang badan, cek darah lagi (alhamdulillah cek darah normal dan tidak ada indikasi preeklampsia), dan USG. Hasil USG menyatakan bahwa air ketuban saya tinggal sedikit, jadi harus langsung rawat inap di ruang dara...........
(Bersambung)
0 komentar:
Post a Comment